Sadono mengatakan, selama ini ada kesalahan persepsi yang tumbuh di masyarakat terkait kewenangan MPR untuk menetapkan GBHN. Padahal meskipun MPR memiliki kewenangan menetapkan GBHN, tidak berarti MPR menjadi lembaga tertinggi negara.
Perubahan tersebut tidak lagi menempatkan MPR sebagai lembaga tertinggi negara tapi menjadi lembaga tinggi negara, sama kedudukannya dengan lembaga-lembaga negara lainnya.
Hasil amandemen UUD 1945, MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara melainkan lembaga tinggi negara.
Sebab, wadah ketatanegaraan Indonesia telah berubah sejak Amandemen 2002 silam. Jika sebelumnya, Rakyat memberikan mandat kepada Rakyat yang merupakan Para Hikmat, di Lembaga Tertinggi pemegang kedaulatan rakyat, untuk kemudian menyusun arah perjalanan bangsa, dan memilih mandataris untuk menjalankan demi rakyat, telah berubah total.
Melalui konsensus nasional MPR diberikan kewenangan mengeluarkan TAP MPR RI untuk menetapkan Haluan Negara.
Esensi dari kompetisi demokrasi adalah memenangkan hati rakyat, yang bermuara pada kepentingan rakyat.
Pasca amandemen Konstitusi, MPR tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara, pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat.
Ketua MPR Dukung Pernyataan Presiden RI ke-5 Agar Kembalikan MPR Sebagai Lembaga Tertinggi Negara
Dimana dalam reformasi 1998 itu ada tiga hal, pertama penataan lembaga negara, kedua penataan perundang-undangan dan ketiga penataan produk lembaga Negara. Ketiga hal tersebut mempersepsikan MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi Negara, sehingga kewenangannya mengeluarkan TAP MPR juga harus relevan, tidak lagi.
Ketua MPR Kembali Dorong MPR RI Menjadi Lembaga Tertinggi Negara